Minggu, 04 Februari 2018



 SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
PADA MASA
KHULAFAUR RASYIDIN
 










 BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
      Masa khulafaur rasyidin ini tidak lebih dari tiga puluh tahun. Masa mereka menjadi sangat istimewa karena mengikuti manhaj Rasulullah secara sempurna sesuai dengan jalan lurus yang Allah ridhai untuk hamba-hamba-Nya. Dengan demikian, masa ini dianggap sebagai gambaran paling tepat bagi pelaksanaan hukum Islam dan pemerintahan Islam. Tentu saja gambaran cara pemerintahan mereka itu wajib dijadikan sebagai contoh teladan bagi setiap penguasa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Juga bagi mereka yang menginginkan kebahagiaan untuk rakyatnya.[1]
Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kelompok, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu komunitas masyarakat, bangsa dan Negara tidak akan maju, aman dan terarah jika tdak adanya pemimpin. Maka pemimpin menjadi kunci keberhasilkan dalam suatu komunitas masyarakat. Pemimpin yang mampu memberi rasa aman, tentram, mampu mewujudkan keinginan rakyatnya. Maka dianggap sebagai pemimpin yang sukses. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dicintai oleh yang dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung, perintahnya selalu diikuti dan rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah Rasulullah beserta para sahabatnya (khulafaur Rasyidin).
Wafatnya nabi Muhammad sebagai pemimpin agama maupun Negara menyisahkan persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai penerusnya. Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk mengajukan calon pilihan dari kelompoknya. Ahmad Amin mencatat sedikitnya ada 3 kelompok yang berkeinginan menjadi penerus Nabi, yaitu
a.      Kelompok atau golongan mencalonkan Ali Bin Abi Tholib, dikarenakan Yang paling berhak adalah para ahl-bait Rasulullah sendiri.
b.     Kelompok atau golongan Anshar mencalonkan Saad bin Ubadah, dikarenakan Golongan anshar merupakan golongan penolong Nabi teraniaya di Makkah dan beliau pun meninggal dalam keadaan puas terhadap Anshar.
c.      Kelompok atau golongan Kaum Muhajirin mencalonkan Abubakar as-shidiq, dikarenakan kaum muhajirin merupakan kaum yang pertama mempercayai ajaran Nabi dan selalu menemani beliau dalam suka dan duka[2]
Perselisihan tersebut berdampak pada tertundanya pemakaman Rasullah serta terjadinya peristiwa saqifa[3], dimana Abu bakar di baiat sebagai penerus Nabi. Masa khulafa’ al-rasyidin merupakan nama keemasan, zaman ideal, di  mana pemerintahan dijalankan seperti halnya pemerintahan masa Nabi. Indikator yang dapat di lihat adalah:
a.       Pembentukannya dengan suara rakyat.
b.      Pemerintahan dijalankan dengan musyawarah
c.      Kedaulatan hukum Ilahi diaplikasikan dalam kehidupan bernegara, sehingga terdapat keyakinan bahwa segala gerak gerik dipertanggung jawabkan kepada Allah.
d.      Kekuasaan negara tidak didominasi oleh satu kelompok ataupun golongan[4]
Selain mampu menciptakan tatanan pemerintahan yang ideal, masa khulaf’ al rasyidun terkenal dengan kemampuannya mengalahkan dua imperium besar sebelumnya yaitu Persia dan Roma.       Masing-masing khalifah memiliki kekhasan dalam memerintah umat Islam. Mereka berusaha keras melanjutkan dakwah Nabi keseluruh alam. Pentingnya mempelajari sejarah ini agar mahasiswa dapat memperoleh banyak pelajaran hidup dari pengalaman Rasulullah dan Khulafaurrasyidin.  Sehingga nantinya mahasiswa tidak akan melakukan kesalahan serupa yang pernah dilakukan para sahabat ketika mahasiswa menjadi pemimpin.









BAB II
PEMBAHASAN
  1. A.  Pemimpin-Pemimpin Khulafa Al-Rasyidin
  2. KHALIFAH ABU BAKAR  (632 – 634 M)
Abu Bakar dilahirkan di mekkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun Gajah. Abu Bakar terkenal sebagai seorang yang berperilaku terpuji dan seorang yang pandai menjaga kehormatan diri. Abu Bakar merupakan orang yang terpandang dikalangan penduduk Mekkah pada zaman jahiliyah, ia juga seorang ahli silsilah dan sejarah bangsa Arab. Saat masih muda, ia merupakan seorang saudagar kaya, ia juga orang yang pertama masuk Islam di kalangan kaum laki-laki. Setelah menjadi seorang mukmin ia meninggalkan dunia dagang  dan memusatkan diri dalam kegiatan dakwah bersama Rasulullah.[5]
Kepemimpinan Abu Bakar dimulai setelah dilakukan dua Bai’at (sumpah setia). Bai’at pertama dilakukan oleh kalangan terkemuka yaitu kalangan Muhajirin dan Anshar yang dilakukan di Saqifah Bani Sa’idah, yang kedua merupakan Bai’at umum dilakukan oleh umat Islam yang hadir di masjid.
Awal kepemimpinan Abu Bakar dihadapkan pada masalah warisan Rasulullah SAW, dalam masalah ini putri Rasulullah yaitu Fatimah tidak dapat memperoleh harta peninggalan Rasulullah, dan Ali ibn Abi Thalib tidak membaiat Abu Bakar kecuali setelah istrinya, Fatimah meninggal dunia. Selama memimpin umat islam , Abu Bakar dihadapkan pada beberapa persoalan keagamaan dan kenegaraan. Diantaranya yaitu:
1.   Penolakan Zakat (mani’al-zakat)
Suku atau kabilah yang menolak zakat adalah Abs dan Zubyan. Menurut M. Husein Haikal kemungkinan penolakan mereka didasarkan pada dua alasan yaitu: kikir atau karena mereka menganggap bahwa zakat merupakan upeti yang tidak berlaku lagi ketika nabi wafat. Selain itu, mereka juga menunjukkan sifat pembangkangan terhadap politik, yaitu dengan menyatakan tidak tunduk lagi pada Abu Bakar. Setelah Abu Bakar dihadapkan situasi yang sulit ini, akhirnya diadakan musyawarah yang dihadiri oleh para sahabat yang membahas masalah pembangkang. Dalam musyawarah ini timbul dua pendapat, yaitu pendapat yang pertama, membiarkan mereka yang berarti mentolerir pembangkangan tersebut, sedangkan pendapat yang kedua, memerangi mereka yang berarti tidak mentolerir pembangkangan dan menambah musuh umat Islam. Dalam hal ini Umar lebih mendukung pendapat yang pertama, sedangkan Abu Bakar mendukung pendapat yang kedua.
2.   Nabi Palsu
Masa kepemimpinan Abu Bakar terdapat sejumlah umat Islam yang melakukan pelanggaran agama dengan mengaku sebagai nabi dan banyak umat Islam yang murtad. Sejumlah negeri yang penduduknya murtad dijadikan sasaran dalam rangka mengembalikan mereka ke dalam ajaran  yang di ridhai Allah yaitu agama Islam. Di samping itu Abu Bakar juga melakukan perluasan wilayah dengan menaklukkan Irak dan Syam, bahkan sudah memasuki wilayah Byzantium (Romawi).
Pada khalifah Abu Bakar, ia telah membuat peraturan peperangan yang di jadikan pegangan para perwira militer dan pejabat lainnya. Di antaranya yaitu:
a.   Orang tua, wanita dan anak-anak tidak boleh dibunuh.
b.  Biarawan tidak boleh dianiya dan tempat ibadah mereka tidak boleh di rusak.
c.   Mayat yang gugur tidak boleh dirusak.
d.  Pohon-pohon tidak boleh ditebang, hasil panen tidak boleh dibakar, dan tempat tinggal tidak boleh dirusak.
e.   Perjanjian- perjanjian dengan agama lain harus di hormati.
f.    Orang-orang yang menyerah harus diberi hak yang sama dengan hak-hak penduduk Islam.
3.   Pembagian Wilayah
Abu Bakar telah melakukan perluasan wilayah dan disetiap wilayah dibentuk Amir yaitu semacam gubernur (penguasa daerah) yang memerintah pada wilayah tertentu yang disertai dengan pasukan perang. Abu Bakar tidak mengangkat perdana menteri dan sekretaris, tetapi ia membentuk Balai Harta Karun (Bayt al- mal) untuk kepentingan umat islam.
4.  Pengumpulan Mushaf Al-Qur’an
Perang Yamamah merupakan perang dalam mengatasi orang-orang murtad yang menghawatirkan Umar, ia khawatir tentara islam yang gugur dalam peperangan tersebut adalah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Kekhawatiran Umar mendorong untuk memberi usulan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan Al-Qur’an dengan alasan bahwa jika para sahabat yang menghafal gugur dalam peperangan tersebut, berarti pelestarian Al-Qur’an telah rusak maka dilakukan penyelamatan dengan cara ditulis dan dikumpulkan.
Perdebatan terjadi antara Umar dan Abu Bakar. Umar bertahan dengan argumentasinya, sedangkan Abu Bakar menolak, dengan alasan pengumpulan Al-Qur’an tidak dilakukan nabi Muhammad Saw. Perdebatan tersebut diatasi oleh Zaid Ibn Tsabit dan menyetujui  gagasan Umar, yakni mengumpulkan Al-Qur’an.
Menurut Abu Abdullah Al-janjani, pengumpulan Al-Qur’an pada Zaman Abu Bakar dilakukan dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis ditulang, pelepah (kulit) kayu, dan batu yang kemudian disalin oleh Zaid ibn Tsabit di atas kulit hewan yang telah disamak.[6] Abu bakar meninggal pada usia 63 tahun, masa kepemimpinannya berlangsung singkat, hanya 2 tahun tiga bulan lebih beberapa hari.
  1. KHALIFAH UMAR (634 – 644 M)
Umar bin Khattab adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam. Umar bin khattab lahir di Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah, ayahnya bernama Khattab bin Nufail bin Abd Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Rizal bin Abd bin Kaab bin Luayyah. Sedangkan ibunya bernama Khattamah binti Hisyam bin Mughiroh Al Makhzumi. Umar juga termasuk keluarga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Quraisy sebelum Islam. Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih. Beberapa keunggulan yang dimiliki  Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Quraisy memberi gelar ”Singa Padang Pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
1. Pengangkatan Khalifah dengan Penunjukkan
Abu Bakar diangkat menjadi khalifah oleh kaum Muhajirin dan Anshar melalui musyawarah. Akan tetapi Umar menjadi khalifah dilakukan melalui penunjukkan  (tidak melalui musyawarah). Pada saat Abu Bakar sakit, para sahabat berkumpul dan abu bakar bertanya, jika Abu Bakar meninggal apakah para sahabat menerima orang yang di calonkan sebagai pengganti Abu Bakar. Para sahabat menyetujuinya. Abu Bakar menunjuk Umar sebagai pengganti sebelum ia wafat , supaya kepemimpinan umat Islam tidak kosong dan supaya tidak terjadi perdebatan seperti yang terjadi di Saqifah Bani Saidah. Dengan kata lain, Abu Bakar menunjuk Umar sebagai penggantinya dalam memimpin umat Islam agar umat Islam terhindar dari perpecahan.
2. Kepemimpinan dan Tindakan
a. Perluasan Wilayah
Pada zaman Umar, ekspansi dilakukan secara bertahap. Damaskus jatuh dan di kuasai umat Islam (635M). Setahun kemudian, Bizantium dikalahkan oleh tentara Islam dalam pertempuran di Yarmuk yang mengakibatkan seluruh wilayah Syiria dikuasai oleh tentara Islam. Dari Syiria ekspansi  dilanjutkan ke Mesir, dan berhasil ditaklukkan pada tahun 641 M. Pada zaman pemerintahan Umar, kekuasaan wilayah Islam telah meliputi jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian wilayah Persia dan Mesir.
b. Kepemimpinan Umar
            Imam Al-Asykari mengatakan bahwa, Umar adalah orang pertama yang bergelar Amir Al- Mu’minin. Menentukan tanggal bagi umat islam dengan hijrah nabi  ke Madinah sebagai ugeran (tahun hijrah), membuat lembaga perbendaharaan negara, menganjurkan solat berjamaah di bulan ramadhan, menghukum orang yang meminum minuman keras (khamr) dengan 80 kali dera, mengharamkan nikah mut’at (nikah yang dilakukan dengan durasi waktu tertentu), melarang penjualan hamba umm al-walad, mengumpulkan umat Islam untuk salat jenazah dengan empat kali takbir.[7]
            Di samping itu, Umar mulai mengatur dan menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, ia membentuk jawatan kepolisian, ia juga membentuk jawatan pekerjaan umum, mendirikan Bayt al-mal, dan menciptakan mata uang sendiri.
3. Meletakkan Prinsip Keadilan
Umar mengirim surat kepada Abu Musa Al- Asy’ari ( hakim kufah) yang isinya mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip perkara persidangan dalam lingkup peradilan. Isi surat tersebut adalah :
a.   Memutuskan perkara di pengadilan adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunnah yang harus diikuti.
b.   Sebelum sebuah perkara diputuskan, ia harus dipahami terlebih dahulu agar hakim dapat bertindak adil.
c.   Pihak–pihak yang berperkara harus  sama kedudukannya.
d.   Alat bukti (al- bayyinat) di bebankan kepada penggugat, sedangkan sumpah (al-yamin) di bebankan kepada pihak tergugat.
e.    Damai sebagai jalan keluar dari persengketaan.
f.     Memberi waktu untuk mengumpulkan alat bukti, persengketaan diputuskan berdasarkan bukti-bukti.
Surat Umar yang berisi prinsip-prinsip peradilan merupakan kebudayaan tinggi (peradaban), salah satu alasannya karena prinsip itu masih digunakan hingga  sekarang, meskipun telah dilakukan beberapa perubahan atau modifikasi.
Di antara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Umar adalah :
• Pemberlakuan Ijtihad
• Menghapuskan zakat bagi para muallaf
• Menghapuskan hukum mut’ah
• Menempa mata uang dan
• menciptakan tahun Hijriah
Umar meninggal setelah ditikam oleh Peros (Abu Lu’lu’ah), seorang majusi dari persia. Umar  mampu bertahan sekitar tiga hari setelah peristiwa  penikaman tersebut. Pada tanggal 26 Dzul Hijjah 23 H/3 November 644 M dalam usia 63 tahun. Beliau memegang amanat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan (13-23 H=634-644M). Atas persetujuan Siti Aisyah istri Rasulullah Jenazah beliau dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar.
  1. KHALIFAH UTSMAN (644- 656M)
                                      Utsman bin Affan dilahirkan di kota Taif pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad saw. pada generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua putri Nabi saw.
  1. Pengangkatan Khalifah dengan Sistem Formatur                                            
Dari tempat tidur dan berbaring karena luka yang disebabkan oleh tikaman Peros (Abu lu’lu’ah), Umar membentuk team yang terdiri atas enam orang sahabat terkemuka untuk menentukan penggantinya sebagai khalifah diantara anggota team. Enam sahabat yang menjadi formatur adalah : Ustman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Talhah, Zuber, Abd Al-Rahman ibn Auf, dan Sa’ad ibn Abi Waqash. Dewan musyawarah akhirnya berhasil mengangkat Utsman ibn Affan sebagai khalifah ketiga pengganti Umar setelah beliau wafat.
  1. Kepemimpinan dan Tindakan Utsman ibn Affan
a. Perluasan Wilayah dan Kondifikasi Al-Qur’an
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Utsman ibn Affan adalah khalifah pertama yang memperluas masjid nabi di Madinah dan masjid Al-Haram di Mekkah. Utsman juga khalifah pertama yang menentukan adzan awal menjelang salat jumat.
Pekerjaan berat yang dilakukan oleh Utsman adalah kodifikasi Al-Qur’an, lanjutan kerja yang telah diawali oleh Abu Bakar atas inisiatif Umar. Pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan pada zaman Abu Bakar di latar belakangi oleh peristiwa meninggalnya 70 sahabat yang hafal Al-Qur’an dalam perang Yamamah. Sedangkan latar belakang pembukuan Al-Qur’an pada zaman Utsman adalah perbedaan qira’at (bacaan) Al-Qur’an yang menimbulkan percekcokan antara murid dan gurunya.
Pada saat penyalinan Al-Qur’an yang kedua kalinya, panitia (lajnah ) penyusunan Mushaf yang di bentuk oleh Utsman melakukan pengecekan ulang dengan meneliti kembali mushaf yang sudah di simpan di rumah Hafsash, dengan membandingkan dengan mushaf-mushaf yang lain.
b. Otonomi Daerah
Pada zaman khalifah Abu Bakar dan Umar, wilayah dibagi menjadi dua. Wilayah yang pemimpinnya memiliki kekuasaan penuh , pemimpinnya disebut Amir, wilayah yang tidak memiliki otonomi penuh pemimpinnya disebut Wali. Pada zaman Utsman di lakukan perubahan status wilayah sehingga semua wilayah memiliki otonomi penuh, sehingga seluruh pemimpin wilayah bergelar Amir.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’.
   Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi.  Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Di antara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ustman adalah :
• Penaskahan Al-Qur’an.
• Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
• Didirikannya masjid Al-Atiq di utara benteng babylon.
• Membangun Pengadilan.
• Membentuk Angkatan Laut.
• Membentuk Departemen.
  1. KHALIFAH ALI IBN ABI THALIB ( 656- 661 M)
            Ali bin Abi thalib lahir pada tahun 603 M disamping Ka’bah kota Mekkah, lebih muda 32 tahun dari Nabi Muhammad SAW. Ali termasuk keturunan Bani Hasyim. Abu Thalib memberi nama Ali dengan Haidarah, mengenang kakeknya yang bernama Asad. Haidarah dan Asad dalam Bahasa Arab artinya singa. Sedangkan Nabi Muhammad memberi nama “Ali” yang menakutkan musuh-musuhnya. Pada usia 6 tahun, Ali bin Abi Thalib diasuh oleh Nabi Muhammad sebagaimana Nabi diasuh oleh ayahnya, Abu Thalib. Karena mendapat didikan dan asuhan langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka Ali tumbuh sebagai anak yang berbudi luhur, cerdik, pemberani, pintar dalam berbicara dan berpengetahuan luas.
  1. Pengangkatan sebagai khalifah
            Setelah Utsman wafat, selama beberapa hari, tidak ada  khalifah yang dilantik. Madinah, ibu kota kekhalifahan Islam, berada dibawah kontrol pemberontak setelah pembunuhan Utsman, dan mereka memaksa Ali menjadi khalifah masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
  1. Konflik Internal
a)    Perang jamal
Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim ( arbitrase ), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.[8]
Pembalasan kematian Utsman menjadi alasan, meskipun Muawiyah tahu persis bahwa Ali tidak bersalah dan tidaklah mudah untuk mencari para pelakunya dan menghukum mereka. Muawiyah juga tahu betul bahwa Ali adalah pribadi yang mempunyai integritas tinggi dan bahkan jika diberi kesempatan ia bisa menyeret para pelaku pembunuhan itu. Tetapi Muawiyah, tidak begitu berminat menuntut balas kematian Utsman kecuali menjadikannya sebagai isu politik untuk memojokkan Ali.[9]
Beberapa sahabat Nabi seperti Talhah, Zubair dan yang lain, yang telah banyak mengumpulkan banyak kekayaan  baik berupa harta bergerak maupun tidak, mempunyai ambisi tersendiri dan mereka ingin mengontrol kebijakan negara dengan tujuan melindungi kepentingan pribadi mereka. Motif mereka adalah untuk merongrong kekuasaan Ali. Bahkan Zubair sendiri berhasrat menjadi khalifah dengan dukungan Aisyah, istri Nabi.
b)   Peristiwa Tahkim dan Dampaknya
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golongan yang semula pengikut Ali, setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul Jandal. Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada hukumselain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir.
Sebaliknya golongan kedua Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa, selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak menjadi Khalifah.
Di antara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali adalah :
• Terciptanya ilmu bahasa / nahwu ( Aqidah nahwiyah)
• Berkembangnya ilmu Khatt al-Qur’an
• Berkembangnya Sastra

  1. B.  Meneladani Gaya Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.
1. Kholifah Abu Bakar As-Siddiq
            Abu Bakar dikenal sebagai salah seorang pemberani yang selalu gagah dimedan pertempuran. Beliau memiliki akhlak yang tinggi dan iman yang sempurna, serta mempunyai karakteristik yang lembut dan tegas.
2. Kholifah Umar Bin Khathab
Umar bin Khathab adalah orang yang cerdas, dan sangat tegas. Beliau adalah teladan dalam hal keadilan, tidak membeda-bedakan antara bangsawan dan budak serta mengutamakan kepentingan rakyat.
3. Kholifah Utsman Bin Affan
Utsman bin Affan adalah orang yang selalu menjaga kehormatan serta kesucian dirinya, mulia dan lurus akhlaknya terkenal dengan kecerdasan dan kebenaran pendapatnya. Dengan karakter beliau kemakmuran rakyat dapat tercapai baik jasmani maupun rohani.
  1. 4.  Kholifah Ali Bin Abi Thalib
Ali bin Abi thalib sangat memperhatikan keadilan dalam ekonomi, dia sangat serius dalam hal perekonomian. Beliau juga memiliki sikap yang kokoh kuat pendirian dalam membela yang hak, paling teliti pemikirannya dan paling taufik untuk mrnerima hukum yang benar serta pendapat yang betul. Dalam masalah keberanian patut dicontoh dan ditiru oleh setiap pemberani, yakni keberanian untuk membela kebenaran dan agama.[10]







BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan mengenai pertumbuhan dan perkembangan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang diantaranya :
1.    Pada Masa pemerintahan Abu Bakar Islam berkembang dengan melalui penyebaran langsung ketempat dimana belum ada penduduk yang beragama Islam. Pada masa ini pula Al-quran dikumpulkan dan ini pula merupakan jasa pemerintahan pada zaman beliau.
2.   Pada Masa Umar (Masa Penguatan Pondasi Islam), Utsman ( Masa Pembukuan Al-quran) dan Ali, Islam sudah sangat tersebar luas diwilayah wilayah selain diwilayah jazirah Arab itu sendiri. Dimana pada masa beliau adalah merupakan tindak lanjut dari proses penyebaran Islam sebelumnya.
3.   Adapun kronologis khulafaurrasyidin adalah sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai dengan masa khalifah Ali bin Abi Thalib dengan berbagai macam rentetan peristiwa yang terjadi pada setiap masanya.
4.   Bisa dikatakan bahwa Islam berkembang pada masa Khulafaur Rasyidin adalah melalui beberapa aspek pendekatan yang diantaranya adalah pendekatan da’wah yang meliputi da’wah dengan lisan (diplomasi) dan juga perbuatan (pertempuran).














DAFTAR PUSTAKA

https://penungguhkhilafah.wordpress.com/2014/01/26/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-khulafa-al-rayidin/ 




Berikut Link film sejarah Empat Khalifah:

  SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN    BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang       ...